thePONSEL.com – IFSOC menyambut positif hasil rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang telah secara resmi mengesahkan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
Dengan disahkannya undang-undang ini, sektor keuangan digital Indonesia telah memasuki era baru yang diharapkan akan lebih resilience dan forward-looking.
UU PPSK ini juga diharapkan dapat mempercepat inklusi keuangan dan meningkatkan stabilitas ekonomi, serta mendorong perlindungan konsumen di sektor keuangan digital Indonesia.
Rudiantara, Ketua Steering Committee IFSOC, mengapresiasi upaya pemerintah dan DPR dalam melakukan penguatan dan pengembangan sektor keuangan dengan penyediaan payung hukum yang mengedepankan principle-based dalam pengembangan dan penguatan peran fintech kedepan.
Rudiantara juga menekankan pentingnya harmonisasi pengaturan di sektor keuangan melalui berbagai peraturan pelaksana yang akan disusun nantinya.
“Percepatan penyusunan aturan pelaksana dan harmonisasi regulasi menjadi agenda prioritas kedepan yang perlu dikawal, agar dapat memberikan kepastian hukum melalui framework yang adaptif, serta kejelasan implementasi teknis dari ketentuan UU PPSK.” kata Rudiantara.
Rudiantara juga berpandangan bahwa bahwa UU PPSK telah berupaya mewujudkan ekosistem fintech yang integratif dalam aspek pengaturan dan pengawasan ruang lingkup inovasi teknologi sistem keuangan (ITSK) dengan pendekatan berbasis aktivitas.
“Pengaturan ITSK berbasis aktivitas sudah tepat agar proses perizinan dapat adaptif mengikuti perkembangan industri sektor keuangan digital dan mengedepankan prinsip “same risk, same regulation”, ungkap Rudiantara.
Anggota Steering Committee IFSOC, Prasetyantoko berpandangan bahwa pengkategorian aset keuangan digital sebagaimana di dalam UU PPSK telah memberikan batasan yang jelas pada aset digital yang berada di sektor keuangan.
Menurutnya, pengkategorian ini merupakan langkah yang tepat dan fundamental dalam mendukung perkembangan aset keuangan digital kedepan.
“Hal ini akan berdampak dalam penguatan pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital, termasuk dalam aspek perlindungan konsumen” ujar Prasetyantoko.
Prasetyantoko juga menambahkan bahwa transisi kelembagaan terkait pengawasan dan pengaturan aset keuangan digital pasca UU PPSK akan menjadi tantangan yang perlu diantisipasi kedepan.
Hal ini karena undang-undang ini mensyaratkan bahwa pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital akan berada di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dimana sebelumnya berada di bawah Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI).
“Peralihan yang kondusif diperlukan dalam proses harmonisasi kebijakan dan transisi pengawasan serta pengaturan aset keuangan digital. Hal ini agar tidak mengganggu kinerja aset keuangan digital yang saat ini berjalan”, tambah Prasetyantoko.
Sementara itu, Hendri Saparini, Ekonom Senior yang juga Steering Committee IFSOC mengapresiasi pemerintah yang telah mengakomodir aspirasi masyarakat tentang pentingnya menjaga independensi otoritas di sektor keuangan.
Menurutnya, UU PPSK telah memberikan jaminan atas independensi Bank Indonesia, OJK, dan LPS.
Hal ini akan sangat penting dalam rangka memperkuat stabilitas sektor keuangan dan menjaga kepercayaan pemangku kepentingan terkait pada sektor keuangan.
“Pengembangan dan penguatan sektor keuangan digital ke depan, khususnya sektor ITSK yang merupakan area-area yang transformatif, perlu didukung dengan terjaganya kepercayaan masyarakat pada otoritas terkait”, tegas Hendri Saparini.