Bisnis ponsel di tanah air untuk saat ini terlihat masih belum stabil, terlebih di segmen ponsel “Merek Lokal”. Mengingat, eksistensi ponsel merek lokal sendiri yang terkesan “turun pamor”, ditambah gempuran vendor-vendor branded yang makin gencar ‘mencaplok’ jatah lahan bisnis yang cukup gemuk ini. Kondisi ini juga berimbas pada bertumbangannya para pemain lokal.
Sejatinya, pertarungan ini pun tak hanya terjadi pada merek lokal, namun brand besar seperti Samsung, Apple, BlackBerry dan lain sebagainya pun ikut meramaikannya. Fokus saling ‘telikung’ antar vendor juga tak sebatas pada perangkat selulernya, tapi sudah melebar ke sistem operasi. Kompetisi antar OS inilah yang sedikitnya membangkitkan dinamika bisnis ponsel pintar. Namun sisi lain justru layanan service untuk ponsel itu sendiri mengalami kemerosotan income.
Pengalaman ini diungkapkan oleh Tjiong Wiyono selaku Direktur Operasional Maxima Anugrah Solusindo (CommuniCare) sebagai salah satu service centre multi brand di Surabaya. Ia mengatakan, penurunan pendapatan servis ponsel mengikuti harga ponsel itu sendiri. Apalagi ponsel saat ini kebanyakan berbandrol murah. Otomatis user akan mempertimbangkan jika ingin men-servis ponsel miliknya jika ongkos servis tersebut sebanding untuk membeli device baru.
Penurunan pendapatan service ponsel saat ini bisa diperkirakan mencapai 30-40%. Berbeda jika gairah penjualan ponsel membaik maka usaha service centre akan mengikuti. Tak hanya itu, potensi pendapatan service centre pun dibagi oleh brand lain. Hal ini lah merupakan alasan kuat turunnya pendapatan service centre ponsel.
” Saya memprediksikan potensi pendapatan service centre ponsel akan membaik menjelang lebaran. Untuk itu kita melakukan langkah back up bisnis dengan membuka usaha baru yakni jual- beli aksesoris ponsel merk global maupun lokal,” ujang Awi panggilan akrabnya. (AE/thePONSEL)