Pangsa pasar Apple tercatat sudah merajai sebagian besar belahan dunia, bersaing dengan pabrikan elektronik lain semisal Samsung, Nokia, LG, Sony dan Motorola. Hal ini tentunya tak lepas dari produk-produk keluarannya yang cukup berkualitas, sebut saja Macbook, iPad serta iPhone. Namun, ada kabar mengejutkan yang menyatakan kalau pihak Apple justru menahan diri untuk menjual produk andalan tersebut di salah satu negara kawasan timur tengah persisnya negeri Mullah – Iran.
Penarikan diri oleh Apple ini berawal dari pengalaman warga negara Amerika Serikat yang berasal dari Iran. Sarah Sabet waktu itu diwawancarai oleh stasiun Televisi WSB-TV. Sarah mengutarakan pengalamannya yang sempat mendapat perlakuan tak fair atau diskriminatif dan mengecewakan dari salah seorang karyawan di Apple Store saat berkunjung.
Tujuan mahasiswi berusia 19 tahun yang menimba ilmu di University of Georgia ini semata-mata berkeinginan untuk membeli sebuah iPad di tempat tersebut. Kebetulan saat itu Sarah dengan rekannya berdialog dengan logat bahasa Persia sebagaimana bahasa sehari-hari orang Iran.
Dengan logat bahasa yang telah didengar oleh salah satu karyawan Apple Store tersebut mengundang tanya. Si penjaga store bertanya bahasa apakah yang sedang mereka gunakan? Sekaligus mempertanyakan asal dan tujuan untuk membeli iPad tersebut untuk keperluan apa? Memang cukup mengesalkan jika rseorang penjaga store bertanya yang berrefleksi pada urusan pribadi.
Ketika menerima jawaban dari Sarah, bahwa iPad tersebut dibelai untuk hadiah yang bakal dikirimkan ke Iran pihak pelayan tersebut menolak untuk menjual kepada Sarah. “Ketika itu kami menjawab pertanyaan si penjual, “kami berbahasa Persia dan saya dari Iran, langsung saja si pelayan tersebut berkata “Mohon maaf kami tak bisa menjual barang ini kepada Anda sebab negara kita memiliki hubungan buruh dengan negara asal Anda”, ungkap Sarah.
Begitu Reporter WSB-TV bertandang di lokasi Apple Store tersebut dengan tujuan mengkonfirmasi kabar tersebut langsung ditemui oleh Manajer Store tersebut. si Manajer menjelaskan jawabannya bahwa melakukan pembatasan hubungan dagang antara Amerika Serikat dan Iran mengingat kondisi kedua negara tersebut berseteruan.
Hal ini dikuatkan oleh kebijakan ekspor Apple, disebutkan bahwa ekspor- mengekspor ulang, berikut penjualan atau pasokan produk Apple pemerintaharus benar –benar memperhatikan peraturan yang dicanangkan oleh pemerintah AS sangat dilarang tanpa ijin resmi dari pemerintahan negara itu.
Sehubungan dengan hal itu Sarah hanya mengaku dirinya bernar-bernar menerima perlakuan yang diskriminatif yang sangat menyinggung rasialisme.
Sarah mengatakan bahwa pihaknya tak memiliki urusan untuk menanyakan asal negaranya hingga Sarah merasa dipermalukan.
Usai kejadian tersebut terpublikasi, Sarah langsung dihubungi oleh bagian customer service Apple yang langsung saja menyatakan permintaan maafnya atas perlakuan yang tidak nyaman tersebut. selain itu Sarah juga diijinkan untuk membeli gadget tersebut secara online melalui website resmi Apple.
Permasalahan ini melebar hingga Council on American-Islamic Relations (CAIR), sebuah organisasi yang menangani hubungan Amerika dengan warga muslim di negara tersebut menaruh perhatian khusus atas perlakuan yang diterima Sarah dan rekannya.
“Apple harus merevisi kebijakan tersebut untuk meyakinkan bahwa konsumen tidak menerima perlakuan diskriminatif berdasarkan agama, etnis, maupun asal negara,” kata Executive Director CAIR Nihad Awad.
Nihad Awad menambahkan, “Jika tindakan pegawai Apple ini benar-benar merefleksikan kebijakan perusahaan, maka kebijakan tersebut harus diubah dan semua pegawainya disosialisasikan lebih ulang soal kebijakan yang baru,”. Namun pihak Apple sendiri masih belum merespons serius se tidaknya dengan memberikan keterangan resmi terkait permasalahan yang menimpa warga negara Iran ini. (AE/thePONSEL)